setiaallah.com - Bismillah, Ya Alloh Ya Robbi, jadikan setiap sujud hamba lahir hingga bathin menjadi nilai-nilai kehambaan yang senantiasa berserah diri, sujud yang sebagaimana telah Engkau haramkan neraka bagi mereka hamba-hambaMu, sujud yang bermakna hakiki, Hati yang Tawwadu’, Roh yang Tawwakal, Akal yang Logis dan Fikiran Jujur yang Rasional, aamiin Ya Robbal Aalaamiin.
Basyariat yang senantiasa taat dan patuh, tunduk terhadap ketentuan-ketentutan kausalitas duniawi terlebih suratan ukrowi, sebagaimana Taqwa yang telah dicontohkan dan diamanatkan oleh leluhur-leluhur bangsa Nuswantara hingga mencapai puncak kejayaannya memimpin dunia.
Hanya bangsa-bangsa yang ber-Taqwa yang mampu menundukkan dunia seperti kejayaan Kerajaan Kalingga melalui kepemimpinan Eyang Ratu Shima dan Kerajaan Majapahit melalui Eyang Prabu Wijaya dengan cara persemakmurannya.
Era modernisasi dan peradaban mileniumnya saat ini, dibangun diatas dasar ilmu pengetahuan dan teleology, tentu riskan yang akan beresiko runtuhnya moral bangsa dan/atau adab manusia sebagai makhluk mulia yang sempurna.
Melalui sekelumit literature bangsa Nuswantara yang sudah menjadi stigma asumsi dari penulis, berharap dari tiap artikel minimal dapat memberi referensi bagi pembaca terlebih manfaat dalam rangka turut menjawab tantangan zaman.
Perkembangan peradaban ummat manusia saat ini diera globalisasi dunia, pertukaran budaya tak terbendung lagi, apalagi sangat kontras dengan tradisi ketimuran atau adat budaya lokal dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Penetrasi informasi yang bebas melalui media sosial atau internet saat ini sudah dapat diakses oleh seluruh kalangan usia, mulai anak dibawah umur hingga orang dewasa, tentu hal yang demikian itu akan berdampak, baik sosial maupun individu.
Mengingat sejarah peradaban umat manusia, lalu dengan mengurinya atau mengurai tradisi yang sudah menjadi adat dan budaya asli bangsa Indonesia yaitu Luhur Budi dan Pekerti, selain sebagai cermin kepribadian atau filter nilai-nilai moralitas, adalah penyeimbang penetrasi ilmu pengetahuan dan teleology ditengah arus globalisasi disetiap lini kehidupan ber-Bangsa dan ber-Negara.
Perlu untuk kita ketahui dan kita ingat-ingat bersama, bahwa tidak terdapat satupun literature di seluruh dunia jika bangsa-bangsa Nuswantara pernah atau mempunyai tabiat sebagai penjajah.
Bangsa yang baik hati dan berhati samudera ialah bangsa yang senantiasa berlomba-lomba dalam kebajikan. Terpaut pekerti terhadap sifat-sifat ke-Tuhanan / transendent keabadian, menjunjung tinggi nilai-nilai kesadaran rasa kemanusiaan (nguwongno uwong), dan berasio jujur yang mensucikan.
Bercermin kesejatian, kepada salah satu diantara tokoh-tokoh leluhur bangsa dan pelaku sejarah Nuswantara, kegigihan pribadi yang kokoh bagaikan karang dilautan. Berkarakter, sangat disegani oleh bangsa-bangsa asing maupun aseng, bangsa-bangsa yang tidak beriktikad baik terhadap Kejayaan Nuswantara.
Berjuluk Paus Dari Timur ialah beliau yang mempunyai nama kecil Jaka Samudera, nama pemberian dari Sang Ummul Derita, penemu, pengasuh dan pendidik bayi suci, ialah Ibu Nyai Ageng Pinatih.
Bayi suci, tertempah derita ditengah laut lepas, dari pesisir pantai Kerajaan Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) hingga ditemukan oleh anak buah kapal dari seorang perempuan saudagar kaya Kota Bawean (Kabupaten Gresik). Derita Sang Sejati Jaka Samudera, terhempas, terombang-ambing oleh derasnya gelombang laut lepas, siang malam.
Bila bait-bait lirik lagu Banyuwangian yang berjudul Carita Tangis, maka menjadi hikma bahwa tangisnya bayi yang baru lahir ke dunia ini adalah tiada Cinta dan Kasih Sayang Sejati melainkan Cinta dan Kasih Sayang dari Alloh dan Rosul-Nya.
Sejarah tidak banyak mengungkapkan bahwa Raden Paku, nama setelah beranjak remaja pemberian dari Sang Ayah Maulana Iskhak sekaligus guru dilembaga pendidikan Negara Persia. Raden Paku juga masih berketurunan dari Raja Majapahit atau Cicit dari Eyang Prabu Hayam Wuruk yang berhasil meluaskan wilayah persemakmurannya hingga 1/3-2/3 dunia.
Beranjak dewasa, Raden Ainul Yakin nama sekaligus gelar yang disematkan oleh Sang Ayah menandakan kelulusannya belajar dan mengkaji tentang banyak ilmu, khususnya ilmu tertinggi yaitu ilmu Agama. Terlahir dimasa-masa Abad ke-14 Masehi, bersamaan dengan pesat dan antusiasmenya perkembangan peradaban ummat manusia yang bersumber dari nilia-nilai spiritualitas Islam. Raden Ainul Yakin Cucu dari Raja Blambangan, berbekal segenggam tanah dari Sang Ayah, berhasil mendirikan taman pengajaran, hingga mempunyai komunitas penduduk dalam wadah sebuah Kerajaan Giri Kedaton.
Sekilas sejarah yang terbesit dari ingatan penulis bersumber dari buku-buku sejarah, bahwa Kerajaan Giri Kedaton semakin kokoh tegak berdiri yaitu berkat terpengaruhinya 4 orang Punggawa sebagai utusan Kerajaan Majapahit untuk menaklukkan dan bergabung menjadi bagian dari Negara Majapahit, justru malah sebaliknya mereka menjadi pengikut Raden Ainul Yakin.
Hingga mengerahkan 200 ribu pasukan Kerajaan Majapahit, dengan hanya melemparkan alat tulisnya yang berubah menjadi Keris Kolo Munyeng bukti karomah dari kewaliannya Kanjeng Eyang Sunan Giri berhasil memporak porandakan barisan pasukan tentara Majapahit.
Dipenghujung karier Beliaunya, beserta para Waliyulloh yang lainnya Kanjeng Eyang Sunan Giri yang semasa hidupnya lebih banyak mendakwakan atau mengajarkan tentang ilmu-ilmu Agama Islam, hingga pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit beralih ke Kesulthanan Demak Bintoro yang dipimpin oleh Raden Patah atau Kanjeng Sulthan Demak.
Hingga kejayaan Nuswantara berlanjut ke Kesulthanan Pajang yang dipimpin oleh Kanjeng Sulthan Trenggono Putra Raden Patah, hingga terjadinya perselisihan yang berujung pada lahirnya Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati.
Kerajaan Mataram Islam oleh Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati berhasil menjadikan seluruh warga penduduk pulau Jawa menjadi 100% muslim, yang artinya menggenapi atau menyempurnakan era Waliyullah atau Wali 9 yaitu dengan jumlah muslim 90 %.
Hal yang sangat menarik tentunya untuk kemudian kita bahas dan/atau kita ulas pada Catatan Setia Allah yang akan datang, khususnya tentang bagaimana metode atau cara dari pada Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati dalam menyebarkan Agama Islam hingga seluruh warga masyarakat pulau Jawa menjadi umat muslim.
Menyusul terjadinya gejolak antara Tra Kerajaan Majapahit atas meninggalnya Pangeran Jipang dengan Tra Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati, andil besar Kanjeng Eyang Sunan Giri dalam mendamaikan para ksatria Nuswantara yang akan terbelah dan menyulut terjadinya perang saudara, yaitu dengan sebuah gelas yang berisikan air mineral atau air minum.
Gelas dan air sebagai simbol yaitu Negara dan Pemerintah, menurut penulis dalam memaknai peristiwa tersebut yakni bahwa Tra Kerajaan Majapahit mendapat bagian sebagai penguasa atau pengelola Negara dan Tra Kerajaan Mataram Islam sebagai penguasa atau pengelola Pemerintahan. Miniaturnya adalah jika pada tingkat kehidupan berkeluarga yaitu Kepala Rumah Tangga dan Kepala Keluarga.
Bagi penulis dan menjadi hikma sementara bahwa para leluhur bangsa-bangsa Nuswantara sangatlah berilmu tinggi, yang berkonsekwen cinta akan perdamaian dan kasih sayang antar sesama sebagaimana syarat mutlak sempurnanya iman dan sekaligus prinsip dasar Adi Luhungnya sebuah Bangsa.
Akhirul kalam, dengan dasar ketulusan hati yang terdalam dan sungguh-sungguh, penulis menghaturkan dan berharap-harap maklum bahwa bila artikel tidak didukung dengan bukti auntentik, atau sejarah yang berupa manuskrip, mengingat jika sesuai informasi yang ada bahwa berapa ribu manuskrip yang sengaja dihilangkan atau dibawa oleh mereka para kolonialis.
Referensi imajinatif, gelombang frekwensi yang hinggap pada akal dan fikiran, berdaya instingtif merangsang filling untuk melihat pola dari segala sesuatu yang sebelumnya kelihatan tak terpola (bahasa sejati), Ikrok bismirobbikaladzikholak.
bersambung.(Sub)
EmoticonEmoticon